Ekonesia.com – JAKARTA – Sebanyak 2.300 pensiunan PT Jiwasraya (Persero) menuntut pembayaran Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) senilai RpRp371 miliar, menyusul rencana pembubaran (likuidasi) perusahaan pada September 2024 mendatang. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum PPJ Pusat, De Yong Adrian, yang mengatakan bahwa ribuan pensiunan BUMN di sektor asuransi Jiwa itu tergabung dalam aliansi Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya Nasional (PPJ) Pusat.
De Yong Adrian juga menambahkan bahwa hingga saat ini, para pensiunan Jiwasraya belum mendapatkan penjelasan yang pasti mengenai kelanjutan pembayaran uang pensiun bulanan jika likuidasi perusahaan dilakukan pada bulan depan. “Sampai saat ini para pensiunan Jiwasraya yang berjumlah lebih kurang 2.300 orang peserta belum mendapatkan gambaran yang pasti baik dari pemerintah maupun Direksi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) selaku Pendiri DPPK Jiwasraya tentang bagaimana kelanjutan pembayaran uang pensiun bulanannya jika sampai terjadi DPPK Jiwasraya juga dibubarkan,” ujar De Yong Adrian melalui keterangan pers, Senin (26/8/2024).
Menurutnya, kondisi DPPK Jiwasraya saat ini mengalami defisit pendanaan (insolven) sebesar Rp371 miliar berdasarkan laporan aktuaris untuk valuasi aktuaria per 31 Desember 2023. Defisit pendanaan ini terjadi ketika kewajiban aktuaria atau manfaat pensiun sekarang dan yang akan datang melebihi kekayaan dana pensiun.
“Sesuai ketentuannya, pemberi kerja wajib memberikan iuran tambahan untuk memenuhi pendanaan. Namun, jika hingga akhir 2024 Jiwasraya selaku pendiri DPPK tidak memberikan iuran tambahan untuk memenuhi defisit pendanaan, dipastikan defisit pendanaan pada tahun 2024 akan mengalami perubahan yang signifikan dan diperkirakan akan lebih besar dari tahun 2023,” paparnya.
Apabila defisit pendanaan DPPK Jiwasraya tidak dibayar sampai akhir 2024 ini, maka kemampuan likuiditas DPPK Jiwasraya untuk membayar uang pensiun bulanan kepada para pensiunan diperkirakan hanya sampai Mei 2025. Dengan demikian, pada Juni 2025 sebanyak 2.300 pensiunan Jiwasraya tidak lagi mendapatkan uang pensiun.
“Kami dari PPJ Pusat belum melihat adanya setoran iuran tambahan dari Pendiri sejak tahun 2021 hingga saat ini, sehingga hal ini membuat kondisi likuiditas DPPK Jiwasraya semakin berat dan DPPK Jiwasraya selalu dalam keadaan insolven,” lanjut De Yong Adrian.
Ia juga menambahkan bahwa kondisi ini sangat menyedihkan dan memprihatinkan karena nasib para pensiunan Jiwasraya di kemudian hari menjadi tidak pasti. Selain itu, sejumlah +/- 7.000 orang pensiunan Jiwasraya beserta keluarganya juga akan menjadi korban dan menderita, sehingga akan menambah jumlah kemiskinan di negara kita.