Ekonesia.com – JAKARTA – International Gas Union (IGU) memastikan Rusia tetap memegang posisi teratas dalam ekspor gas global pada tahun 2023 meskipun terkena sanksi Barat serta menurunnya pasokan gas melalui pipa. Rusia berhasil mengalahkan Qatar dan Amerika Serikat (AS) yang berada di posisi kedua dan ketiga.
“Ketika menggabungkan aliran gas melalui pipa dan LNG, lima besar eksportir bersih gas pada tahun 2023 adalah Rusia, Qatar, AS, Norwegia, dan Australia. Rusia memimpin dengan jumlah ekspor bersih mencapai 139 miliar meter kubik (Bcm),” ungkap IGU dalam pernyataannya yang dikutip oleh Sputnikglobe, Rabu (28/8/2024).
IGU juga mencatat bahwa Qatar, yang menempati posisi kedua, akan mengirimkan 128 Bcm gas ke pasar global, diikuti oleh AS dengan jumlah ekspor sebanyak 127 Bcm, Norwegia dengan ekspor mencapai 120 Bcm, dan Australia dengan jumlah ekspor sebesar 110 Bcm.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa pada tahun 2023, Rusia akan tetap menjadi eksportir gas pipa terbesar kedua di dunia, dengan mayoritas ekspor ditujukan ke China sebesar 26 miliar meter kubik (Bcm), Turki (21 Bcm), dan Belarusia (18 Bcm).
“China merupakan pengimpor bersih terbesar dengan defisit mencapai 160 Bcm. Disusul oleh Jepang dengan 91 Bcm, Jerman dengan 77 Bcm, Meksiko dengan 64 Bcm, dan Korea Selatan dengan 61 Bcm,” ungkap IGU.
Mengurangi ketergantungan pada energi dari Rusia telah menjadi salah satu prioritas utama bagi Uni Eropa (UE) setelah dimulainya operasi militer khusus oleh Moskow di Ukraina pada Februari 2022. Blok tersebut memutuskan untuk secara bertahap menghentikan impor bahan bakar dari Rusia. Namun, keputusan tersebut justru menyebabkan kenaikan tajam harga gas di Uni Eropa.