Ekonesia.com – Penjabat Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan bahwa APBD Jakarta tidaklah sebesar yang sering dinyatakan oleh pemerintah daerah lain. Dalam hal ini, Heru Budi menegaskan bahwa anggaran wilayah bekas ibu kota itu ternyata paling kecil di antara daerah-daerah lain.
“Rekan-rekan daerah menyatakan DKI APBD-nya terbesar yang saat ini kurang lebih Rp 82 sampai Rp 83 triliun. Kalau apple to apple bicara dengan Gubernur DKI Jakarta dengan gubernur lain masalah APBD, DKI adalah yang terkecil,” ujar Heru Budi dalam pembukaan Jakarta Investment Festival di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 6 September 2024.
Heru Budi juga menekankan bahwa banyak pejabat yang kurang memahami bahwa Jakarta merupakan daerah khusus yang otonomi daerahnya hanya ada di tingkat provinsi. Sedangkan di tataran kota, wali kota tidak memiliki APBD sendiri. Oleh karena itu, Heru Budi menjelaskan bahwa dalam hal APBD, daerah lain harus menjumlahkan dengan APBD di level kabupaten/kota. “Gubernur DKI hanya punya APBD di provinsi dan memilki rakyat sampai dengan kelurahan. APBD (digunakan) sampai dengan kelurahan,” jelas Heru Budi.
Perbedaan ini juga terlihat dari fakta bahwa provinsi lain memiliki APBD untuk provinsi dan kabupaten/kota yang jika dijumlahkan, mencapai anggaran hingga Rp 183 triliun. Sementara itu, Jakarta hanya memiliki Rp 84 triliun untuk mengurus kota yang kompleks dan infrastruktur yang komplet. Oleh karena itu, Heru Budi meminta dukungan kebijakan dari Menteri Investasi Rosan Roeslani agar Jakarta dapat terus tumbuh dan membantu masyarakatnya menjadi kota global.
Berdasarkan situs jakarta.go.id, APBD Jakarta Tahun 2024 yang disahkan melalui Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2023 menetapkan anggaran sebesar Rp 81,71 triliun bagi Pemprov DKI Jakarta. Anggaran tersebut dialokasikan untuk urusan internal pemerintahan dan pembangunan Jakarta melalui berbagai kebijakan.
Anggaran tersebut juga digunakan untuk merealisasikan enam program prioritas pada 2024, yaitu penanganan banjir, penanganan kemacetan, akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, penanggulangan stunting, dan penguatan nilai demokrasi.
Selain itu, Heru Budi juga menilai bahwa pemindahan jalur masuk belum tentu dapat menyelesaikan masalah impor yang ada. Hal ini dikarenakan banyaknya permasalahan yang harus diatasi terkait dengan impor, seperti masalah kualitas dan keamanan produk. Oleh karena itu, ia meminta adanya langkah yang lebih komprehensif dalam menangani masalah impor di Indonesia.