Ekonesia.com – JAKARTA – Indonesia memiliki visi Indonesia Emas 2045 sebagai salah satu negara ekonomi terbesar di dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan, serta pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) untuk mencapai net zero emission pada 2060 atau bahkan lebih cepat.
Upaya untuk mencapai Indonesia Emas 2045 salah satunya adalah dengan mempercepat transisi energi yang adil. Hal ini menjadi topik utama dalam Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024 yang mengusung tema besar “Bersatu Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan: Memajukan Transisi Energi untuk Indonesia Emas dan Emisi Nol Bersih” pada tanggal 10 September 2024.
Dalam sambutannya, Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste Thomas Graf menyatakan bahwa banyak negara, termasuk Jerman, mendukung perjalanan transisi energi di Indonesia.
“Jerman termasuk salah satu negara yang berkomitmen untuk menyediakan dana untuk transisi energi melalui Just Energy Transition Partnership (JETP). Hingga saat ini, Jerman telah memberikan kontribusi sebesar USD 1 miliar untuk proyek di JETP dan sekitar USD 2,4 miliar untuk memperkuat sektor energi yang berkelanjutan di Indonesia,” ujar Thomas.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Ervan Maksum juga menyampaikan bahwa percepatan transisi energi yang adil akan menjadi kunci pencapaian Indonesia Emas 2045.
“Kita perlu mendorong proses transisi energi yang adil. Penyediaan listrik yang berkelanjutan dapat menjadi solusi untuk pembangunan di daerah. Membangun sistem transmisi yang andal dan mampu mengakomodasi energi terbarukan di luar Pulau Jawa merupakan hal penting untuk mendorong pemerataan,” jelas Ervan.
Sementara itu, Prof. Eniya Listiani Dewi, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), menyampaikan bahwa pihaknya sedang menyiapkan draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) baru. Dalam draft RUPTL tersebut, ditargetkan akan ada lebih dari 367 GW energi terbarukan pada tahun 2060, dengan porsi variabel energi terbarukan yang disimpan mencapai 42 persen.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, juga menyatakan bahwa pihaknya turut berkolaborasi dengan GIZ Indonesia dan Kementerian PPN/Bappenas dalam Project Clean, Affordable and Secure Energy (CASE) for Southeast Asia dan Sustainable Energy Transition Indonesia (SETI) bersama dengan GIZ Indonesia dan Kementerian ESDM untuk mempercepat transisi energi di Indonesia. Fabby menambahkan bahwa ada empat faktor yang dapat mempercepat transisi energi, yaitu kebijakan yang mendukung investasi di bidang energi terbarukan, ketersediaan teknologi energi terbarukan, ketersediaan pendanaan, serta dukungan dan partisipasi dari masyarakat dan pemangku kepentingan.
“Pemerintah perlu tetap konsisten dan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025. Salah satu strategi yang sedang diperjuangkan oleh pemerintah adalah menyelesaikan purchase power agreement (PPA) atau Perjanjian Jual Beli Listrik untuk energi terbarukan antara pengembang dan PLN, serta mempercepat implementasi PLTS atap. Dengan upaya-upaya ini, diharapkan target bauran energi terbarukan dapat tercapai sebesar mungkin,” ungkap Fabby.
Lisa Tinschert, Direktur Program Energi GIZ Indonesia/ASEAN, juga mengungkapkan bahwa ISEW 2024 merupakan momen penting untuk memperkuat kemitraan strategis antara Indonesia dan Jerman, khususnya dalam bidang transisi energi yang berkelanjutan. GIZ berkomitmen untuk terus mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam mencapai target energi terbarukan dan emisi nol bersih. Kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat sipil, menjadi kunci dalam memastikan bahwa transisi ini berlangsung secara adil dan inklusif.
ISEW juga menjadi bagian penting dari kerja sama 30 tahun di bidang energi antara Indonesia dan Jerman, yang telah memberikan dukungan teknis dan finansial untuk proyek energi terbarukan. ISEW 2024 memiliki tiga tujuan utama, yaitu pertama, menjadi forum pertemuan tingkat tinggi antara pemerintah Indonesia dan Jerman untuk mendukung transisi energi global dan nasional. Kedua, menjembatani pembuat kebijakan dengan masyarakat, termasuk organisasi masyarakat sipil, akademisi, generasi muda, dan pemangku kepentingan non-energi. Terakhir, meningkatkan kesadaran akan teknologi berkelanjutan di kalangan masyarakat, sektor swasta, dan komunitas.