Ekonesia.com – JAKARTA – Pemerintah meyakini bahwa potensi subsektor minyak dan gas (migas) Indonesia masih besar. Meski tengah fokus pada pemanfaatan energi bersih, optimalisasi komoditas migas tetap dilakukan. Revisi Undang-Undang Migas dianggap sebagai dasar kuat bagi sektor migas di era transisi energi.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Jodi Mahardi, menyatakan bahwa pendekatan yang seimbang diperlukan dalam transisi energi di Indonesia. Kebutuhan akan migas masih penting, terutama di sektor transportasi.
“Pertumbuhan ekonomi harus sejalan dengan upaya keberlanjutan. Kebutuhan migas tetap penting, terutama di sektor transportasi,” kata Jodi dalam keterangan resmi yang diterbitkan oleh redaksi Ekonesia.com pada Sabtu (14/9/2024).
Lebih lanjut, Jodi mengakui bahwa masih ada tantangan dalam penyelarasan aturan. Oleh karena itu, pemerintah bertekad untuk membangun fondasi yang kuat dari sisi regulasi. Salah satu regulasi yang paling penting adalah revisi Undang-Undang Migas (RUU Migas).
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, Ariana Soemanto, menyatakan bahwa pemerintah terus memberikan kenyamanan bagi investor untuk berinvestasi, sambil tetap mempertahankan kepentingan negara. Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, tidak hanya menunggu revisi UU Migas, tetapi juga terus menyiapkan kebijakan yang menarik investasi.
“Dalam tiga tahun terakhir, bagi hasil untuk kontraktor mencapai 50 persen, yang sebelumnya hanya sekitar 15-30 persen. Selain itu, insentif hulu migas dapat diberikan sesuai dengan Kepmen ESDM 199/2021. Jadi, sambil menunggu revisi UU Migas, kita terus melakukan perbaikan iklim investasi. Kami memperhatikan IRR dan profitability index kontraktor migas, termasuk penyesuaian bagi hasil (split) kontraktor, FTP, investment credit, dan lainnya,” papar Ariana.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Benny Lubiantara, menegaskan bahwa penerbitan UU Migas yang baru juga merupakan salah satu strategi utama untuk mengubah paradigma industri migas di Indonesia ke depan. Tuntutan lingkungan yang berkelanjutan dan transisi energi dipastikan akan dimasukkan dalam UU baru tersebut.
SKK Migas, kata Benny, juga telah bertransformasi. Pembahasan Rencana Pengembangan (POD) akan dilakukan dengan cepat, seperti yang dilakukan di Geng North. Namun, masih banyak tantangan lain yang hanya dapat diselesaikan dengan adanya UU Migas yang baru.
“Ini bukan hanya masalah teknis. Melalui UU Migas, ada terobosan fiskal yang harus melalui payung hukum tersebut,” ungkap Benny.
Sementara itu, Ketua IATMI, Raam Krisna, berharap bahwa diskusi yang diinisiasi oleh IATMI ini dapat memberikan masukan yang konstruktif kepada pemerintah agar dapat mempertahankan momentum peningkatan investasi yang sedang terjadi.
“IATMI yakin bahwa dengan sinergi yang kuat, kita dapat mewujudkan industri migas yang kompetitif dan berkelanjutan,” pungkas Raam.