Portal Berita Terupdate

KPPU Minta Perhatian pada Perbedaan Tarif Bea Masuk Gandum, Jangan Sampai Ada Praktik Tidak Jujur

KPPU Ingatkan Pentingnya Transparansi dalam Tarif Bea Masuk Gandum, Hindari Praktik Curang

ekonesia.com – Perbedaan signifikan antara bea masuk gandum pangan (0%) dan gandum pakan (5%) berpotensi dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab untuk mengimpor gandum pangan dengan dalih pakan ternak. Praktik ini diperkirakan telah berlangsung dalam skala besar, menyebabkan kerugian negara sebesar miliaran rupiah setiap tahunnya.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Hilman Pujana, mengungkapkan bahwa perbedaan bea masuk antara gandum pangan dan gandum pakan dapat memicu persaingan usaha yang tidak sehat di antara produsen pakan ternak. Menurutnya, ada indikasi bahwa pengusaha menggunakan gandum pangan yang bea masuknya 0% untuk pakan ternak, padahal seharusnya gandum pakan dikenakan bea masuk sebesar 5%.

“Perbedaan bea masuk ini dapat menjadi indikasi adanya praktik persaingan usaha yang tidak sehat. Ada pengusaha yang patuh dan menggunakan gandum pakan dengan bea masuk 5%, tetapi ada juga yang tidak patuh dan menggunakan gandum pangan sebagai bahan pakan ternak,” ujar Hilman pada Rabu (16/10/2024).

KPPU telah mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak terkait, termasuk Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), dan Kementerian Pertanian, untuk membahas permasalahan ini. Hilman menegaskan bahwa KPPU akan melaksanakan fungsi penegakan hukum dan melakukan kajian untuk memastikan kebijakan yang ada dijalankan dengan baik.

Menurut Hilman, salah satu masalah yang perlu diperbaiki adalah sistem pelabelan gandum yang harus lebih jelas dalam membedakan antara gandum pangan dan pakan. Ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum untuk mencegah penyalahgunaan ini.

Direktur Eksekutif Indonesian Food Watch, Pri Menix, menambahkan bahwa pemerintah perlu memperkuat peraturan terkait, terutama Peraturan Menteri Pertanian (Permentan), untuk mengawasi peredaran gandum di lapangan. Menurutnya, perbedaan bea masuk antara gandum pangan dan gandum pakan dapat menjadi salah satu sumber masalah.

“Bisnis boleh saja berjalan, tetapi jika ada penyalahgunaan, hal itu tidak boleh dibiarkan begitu saja,” ujar Menix. Dia juga menyoroti perbedaan data impor gandum antara APTINDO dan Badan Pusat Statistik (BPS), yang menurutnya perlu ditelaah lebih lanjut untuk mengungkap kemungkinan adanya penyalahgunaan.

Menix berharap agar pelaku usaha pakan ternak dapat bersaing secara sehat dan mematuhi aturan yang ada, yaitu dengan menggunakan gandum pakan yang dikenai bea masuk 5%, bukan gandum pangan yang bea masuknya 0%.

“Wajar jika impor gandum pangan lebih tinggi dari impor gandum pakan, karena ada dugaan adanya penyalahgunaan ini,” tutur Menix.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *