ekonesia.com – Keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 8/2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dianggap sebagai biang keladi pailitnya PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex. Kendati redaksi ekonesia.com sudah menyatakan bahwa Permendag 8/2024 bukan menjadi penyebab dari gulung tikar industri tekstil di Indonesia, namun masih ada pihak yang mengaitkannya. Ekonom asal Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi menilai bahwa industri tekstil di Indonesia sudah dalam kondisi tertekan sejak 10 tahun terakhir. “Saya rasa bukan karena Permendagnya, tidak ada kausalitas. Mungkin ada korelasi, tapi bukan penyebabnya. Iklim makro industri tekstil sudah tertekan sejak 10 tahun terakhir,” kata Fithra, Selasa (5/11/2024). Fithra menambahkan, berbagai faktor yang menyebabkan industri tekstil makin tertekan ialah besarnya biaya produksi. Sementara jaringan produksi yang dibangun tidak sebaik negara-negara tetangga, misalnya Vietnam. “Jaringan produksi global tidak terintegrasi dengan baik sehingga industri kita kalah bersaing,” jelasnya. Fithra juga menyebut, kendati pada pandemi Covid-19, PT Sritex menerima banyak pesanan, namun dilihat dari utang yang dimilikinya menjadi bukti bahwa perusahaan ini sudah mengalami kesulitan keuangan. “Pada 2020 mengajukan perpanjangan utang, ini kan berarti perusahaan ini sudah mengalami kesulitan keuangan. Perbankan pun juga takut memberikan kredit sehingga mengenakan bunga premium yang cukup tinggi,” ungkap dia. Fithra meminta pemerintah agar lebih holistik dalam menyelesaikan masalah Sritex yang juga bisa berdampak pada perekonomian. Sebaliknya, ia menganggap keluarnya Permendag 8/2024 justru menghasilkan banyak manfaat. Mengingat tujuan dari keluarnya Permendag ini untuk merelaksasi barang-barang yang mengalami penumpukan di awal tahun. “Penumpukan barang (impor) semakin besar sehingga mengakibatkan ongos logistik tinggi. Jadi saya kira Permendag ini manfaatnya jauh lebih banyak, misalnya membuat smooth, karena jika barang terhambat juga akan merugikan banyak UMKM kita,” pungkasnya.
Permendag 8/2024: Faktor Penentu Kebangkrutan Sritex?
Recommendation for You
ekonesia.com – Jakarta – Semakin berkembangnya teknologi dan semakin terbukanya peluang untuk mendapatkan keuntungan, membuat…
ekonesia.com – JAKARTA – PT Jasa Global Binakarya (JGB) mengumumkan hasil pertemuan dengan Komite Relawan…
ekonesia.com – Jakarta, Sun Life Financial Indonesia terus memperluas pemasaran produk-produknya lewat kemitraan bancassurance. Kali…
ekonesia.com – JAKARTA – Brand kopi lokal Indonesia, Smartfolks Coffee, memperoleh penghargaan Leading in Coffee…