ekonesia.com – Jakarta, Keseimbangan dalam kebijakan tarif cukai rokok perlu terus didorong untuk meminimalisasi dampak negatif terhadap industri hasil tembakau (IHT) dan perekonomian. Salah satu cara yang direkomendasikan adalah dengan mempertimbangkan moratorium kenaikan tarif.
Menurut Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE – FEB UB), moratorium kenaikan tarif cukai adalah opsi yang lebih bijaksana untuk menjaga keberlangsungan IHT dan mencegah lonjakan peredaran rokok ilegal. Langkah ini juga diambil untuk menjaga stabilitas penerimaan negara dan lapangan kerja yang tergantung pada industri ini.
Dalam mencapai keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan IHT, PPKE-FEB UB merekomendasikan tarif cukai sebesar 4-5% dari tarif yang berlaku saat ini. Menurut Direktur PPKE-FEB UB, Prof. Candra Fajri Ananda, kenaikan tarif di atas batas ini berisiko meningkatkan peredaran rokok ilegal karena konsumen akan beralih ke produk yang lebih murah dan tidak dikenai cukai.
Hasil kajian PPKE-FEB UB juga menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai yang tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli masyarakat justru mendorong peningkatan peredaran rokok ilegal. Setiap kenaikan tarif cukai dapat mengakibatkan berkurangnya potensi penerimaan negara hingga Rp5,76 triliun per tahun.
Prof. Candra menambahkan bahwa ada titik optimal dalam kenaikan tarif cukai yang tidak efektif lagi dalam mencapai tujuan kebijakan. Berdasarkan simulasi, pihaknya menyarankan agar tarif cukai ditetapkan pada kisaran 4-5%.
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, setuju dengan hasil kajian PPKE-FEB UB. Ia juga mengusulkan moratorium kenaikan tarif cukai selama tiga tahun untuk menekan peredaran rokok ilegal yang terus meningkat.
Menurut Henry Najoan, kenaikan cukai yang berlebihan menciptakan kondisi yang tidak stabil bagi industri dan menurunkan daya saing produk legal di pasar. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar moratorium dilakukan selama tiga tahun untuk memberikan waktu bagi industri untuk beradaptasi dan memitigasi dampak negatif kenaikan tarif cukai.
“Keberhasilan kebijakan cukai akan sangat bergantung pada koordinasi erat antara bea cukai, aparat penegak hukum, dan industri tembakau,” tandas Henry Najoan.