ekonesia.com – NUSA DUA – Para importir sedang mencari substitusi untuk mengatasi penurunan suplai minyak sawit di pasar global. Para analis memprediksi negara-negara importir akan mengurangi ketergantungan pada Indonesia sebagai tujuan utama ekspor kelapa sawit tahun depan.
Hal tersebut dibahas dalam sesi pertama Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) ke-20 yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, Jumat (8/11/24). Kekhawatiran tersebut dipicu oleh rencana pemerintah untuk meningkatkan produksi biodiesel dan kenaikan harga minyak sawit, terutama karena pungutan ekspor yang dinilai terlalu tinggi di Indonesia.
Diskusi tersebut dihadiri oleh enam pembicara yang terdiri dari China CNF Business Director – Oils & Oilseeds, Cargill Investments (China) Ryan Chen; Direktur Eksekutif The Solvent Extractors’ Association of India BV Mehta; CEO, Westbury Group Abdul Rasheed Jan Mohammad; Chairman, Malaysian Palm Oil Board (MPOB) Mohamad Helmy Othman Basha; Soft Commodity Analyst, Bloomberg Alvin Tai; National President, National Palm Produce Association of Nigeria (NPPAN) Alponsus Inyang; dan dimoderatori oleh Alisa Uryupina, seorang dosen dari Universitas Mgimo, Moskow, Rusia.
Ryan Chen mengungkapkan bahwa pasar China kemungkinan akan beralih dari minyak sawit ke minyak nabati lain karena adanya pilihan pasokan yang lebih murah, terutama minyak kedelai. Dia juga memprediksi bahwa permintaan minyak nabati di China akan stagnan tahun ini setelah mengalami kenaikan pada tahun 2023. Hal ini akan berdampak pada turunnya permintaan minyak sawit di China sebesar 30% karena masalah harga.
Pangsa minyak sawit di pasar China diperkirakan akan menurun menjadi 12,8% tahun ini dari sebelumnya 17,5% pada tahun 2023. Selain itu, impor minyak olein juga diprediksi akan turun menjadi 2,3 juta metrik ton dari 4,2 juta metrik ton pada tahun 2023. Namun, di tahun 2025, impor minyak olein diperkirakan akan stagnan di kisaran 2,3-2,4 juta metrik ton.
Sementara itu, permintaan minyak nabati di India dan Pakistan diproyeksikan akan meningkat meskipun ada kekhawatiran akan penurunan suplai minyak sawit dari Indonesia dan kenaikan harga akibat pungutan ekspor. Menurut BV Mehta, India masih akan mengandalkan impor minyak nabati karena produksi lokal hanya mencapai 13 juta ton dari total konsumsi sebesar 30 juta ton.
“India masih sangat bergantung pada impor minyak nabati, tetapi kebijakan biodiesel di Indonesia menimbulkan kekhawatiran akan suplai minyak sawit,” tambah CEO Westbury Group, Abdul Rasheed Jan Mohammad.
Di sisi lain, Alponsus Inyang, Presiden National Palm Produce Association of Nigeria (NPPAN) melihat adanya peluang investasi dan perdagangan minyak nabati di Afrika. “Kami mengundang para investor untuk berinvestasi di Nigeria dan berdagang minyak nabati karena permintaan di Afrika terus meningkat,” ujarnya.