ekonesia.com – JAKARTA – Para ekonom menganjurkan agar pemerintah menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada 1 Januari 2025 menjadi 12% dari yang saat ini 11%. Hal ini dinilai belum tepat waktunya.
Menurut peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, rencana pemerintah untuk menaikkan PPN akan berdampak pada penurunan potensi pertumbuhan ekonomi. “Sepertinya memang belum tepat waktunya,” ujar Tauhid saat dihubungi, Jumat (15/11/2024).
Tauhid menambahkan, jika dilihat dari kenaikan PPN pada tahun 2022-2023 dari 10% menjadi 11%, memang terjadi peningkatan penerimaan negara sebesar lebih dari Rp100 triliun. Namun, kenaikan tersebut juga menyebabkan stagnasi pertumbuhan ekonomi, terutama dalam konsumsi masyarakat pada tahun 2024. “Ini adalah efek dari kenaikan PPN pada tahun sebelumnya,” kata dia.
Karena itu, Indef merekomendasikan agar pemerintah menunda kenaikan PPN sampai ekonomi dalam negeri sudah cukup pulih dan hambatan dari ekonomi global masih dapat diantisipasi. Tauhid juga menegaskan bahwa tidak semua negara menerapkan PPN sebesar 12%.
Dia juga menyarankan agar pemerintah melakukan upaya lain untuk meningkatkan penerimaan pajak, tidak hanya dengan menaikkan PPN. Salah satu cara adalah dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi. “Jadi, pemerintah perlu memperluas basis wajib pajak atau menggunakan teknologi yang lebih baik, sehingga PPN bisa meningkat tanpa harus menaikkan tarif dari 11% menjadi 12%,” tuturnya.
Di sisi lain, menurut Tauhid, jika pelaku usaha harus menanggung kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%, hal ini akan menambah biaya produksi. Akibatnya, biaya produksi akan ditambahkan pada harga akhir produk dan kemudian dibebankan kepada konsumen, yang pada akhirnya akan menyebabkan pengeluaran belanja yang besar oleh pembeli.
Tauhid menegaskan bahwa kenaikan PPN akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi, seperti tingginya inflasi, menurunnya daya beli masyarakat, serta memberikan efek negatif bagi perusahaan atau industri yang sangat sensitif terhadap kenaikan PPN.