ekonesia.com – Peningkatan produksi dan produktivitas perkebunan sawit rakyat menjadi peluang dan tantangan bagi Indonesia untuk mencapai kemandirian pangan dan energi. Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas tanpa perluasan lahan, namun melalui intensifikasi.
“Produktivitas perkebunan sawit nasional saat ini masih tergolong rendah, yaitu sekitar 3 ton CPO per hektare. Hal ini terlihat dari luasnya lahan sawit nasional yang mencapai 16,2 juta ha, namun produksi yang hanya mencapai 48-50 juta ton per tahun,” kata Direktur PTPN Holding (Persero), Dwi Sutoro, di Jakarta, Senin (18/11/2024). Baca Juga: Kelapa Sawit yang Memiliki Produktivitas Rendah. Namun, beberapa perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh PTPN telah menerapkan “best practice” dan mampu menghasilkan 6 ton per ha. Namun, secara merata, produktivitas sawit yang baik minimal harus mencapai 5 ton per hektar.
Dwi Sutoro juga menekankan bahwa luasnya lahan sawit milik petani yang mencapai 6 juta hektar atau 42% dari total luas lahan sawit nasional juga menjadi faktor rendahnya produktivitas sawit nasional. Namun, jika produktivitas lahan petani dapat ditingkatkan menjadi 5 ton/ha, maka produksi sawit nasional dapat mencapai 80 juta ton yang cukup untuk memenuhi program B50.
Untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan produktivitas lahan, PTPN mulai tahun ini akan fokus pada peremajaan lahan melalui replanting. PTPN memiliki target untuk mereplanting 40.000 ha tahun depan. Selain itu, Dwi Sutoro juga berharap partisipasi dari perusahaan swasta, termasuk anggota RSI (Rumah Sawit Indonesia), dalam program replanting ini.
Menurut Dwi, peremajaan sawit yang ideal dilakukan seluas 4% per tahun dari luas lahan. Hal ini sesuai dengan “best practice” yang mengatakan bahwa sawit harus dipotong setelah berumur 25 tahun, dan yang baru ditanam akan mulai berbuah setelah 4-5 tahun. Dengan begitu, setiap tahunnya harus ada 4.000 hektar lahan yang diremajakan dari total 100.000 ha lahan sawit yang dimiliki.