ekonesia.com – Pemerintah melalui Asta Cita telah memutuskan untuk menjadikan swasembada energi sebagai prioritas utama. Peran sektor hulu migas dianggap sangat penting dalam mewujudkan tujuan tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa salah satu bentuk komitmennya untuk mendukung program swasembada energi adalah dengan memperkuat sektor hulu migas nasional. Hal ini mencakup penyelesaian berbagai hambatan regulasi yang selama ini menghambat potensi sektor tersebut. Dia menegaskan bahwa semua aturan yang menghambat eksplorasi dan peningkatan produksi harus segera dihapus.
Bahlil juga menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor untuk memastikan kelancaran pelaksanaan program yang telah ditetapkan oleh Presiden. “Visi dan misi tidak hanya milik menteri, tapi juga milik presiden. Kita harus memastikan bahwa program yang kita jalankan sesuai dengan arahan presiden,” ujar Bahlil kepada media pada Kamis (21/11/2024).
Pemerintah juga memprioritaskan pengelolaan sumur-sumur migas yang tidak aktif agar segera dioperasikan kembali melalui kerja sama dengan kontraktor kerja sama (KKKS). Selain itu, pemerintah juga berencana untuk mengarahkan produksi gas pada tahun 2026-2027 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebesar 60%-70%, serta mendukung pengembangan industri gas seperti LPG C3 dan C4.
Lebih lanjut, Bahlil menekankan peran penting SKK Migas sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mengelola sektor hulu migas. Dia meminta SKK Migas untuk menjadi lebih akomodatif, responsif, dan proaktif dalam mendukung upaya peningkatan produksi di dalam negeri. “Kita harus turun tangan langsung dan berkoordinasi dengan semua pihak terkait,” tambahnya.
Bahlil yakin bahwa visi besar presiden untuk mencapai swasembada energi dapat terwujud melalui kolaborasi yang erat antara pemerintah, KKKS, dan sektor swasta nasional. Dengan pendekatan yang terintegrasi, pemerintah ingin menunjukkan bahwa sektor migas nasional siap menjadi tulang punggung bagi swasembada energi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.
“Jika kita berhasil meningkatkan produksi, semua pihak, termasuk legislatif, akan mendukung sepenuhnya upaya ini karena dampaknya yang signifikan terhadap perekonomian negara,” jelas Bahlil.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro memberikan apresiasi atas rencana pemerintah yang menunjukkan arah yang positif, terutama dalam penyelesaian masalah investasi dan birokrasi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa tantangan utama sektor hulu migas masih terkait dengan revisi Undang-Undang Migas yang belum selesai sejak tahun 2008.
“Regulasi adalah payung hukum utama. Tanpa ini, sulit bagi investor untuk memiliki kepastian, terutama dalam sektor yang membutuhkan modal besar dan risiko tinggi seperti hulu migas,” jelas Komaidi.