ekonesia.com – Berbicara mengenai industri petrokimia, tentunya hal ini memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung sektor hulu manufaktur di Indonesia. Produk kimia yang dihasilkan oleh industri ini dapat digunakan oleh berbagai sektor industri, seperti plastik, tekstil, farmasi, kosmetik, dan obat-obatan. Namun, para pelaku usaha menilai bahwa masih terdapat berbagai pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh industri ini.
Ketua Komisi Tetap Industri Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Achmad Widjaja, mengungkapkan bahwa peran swasta sangatlah penting dalam pengembangan industri hulu. Namun, sulit untuk bergerak karena terlalu banyak kebijakan yang tidak mendukung. Sebagai contoh, investasi dari luar seperti Lotte Group membutuhkan waktu yang lama sebelum akhirnya dapat masuk ke dalam negeri.
“Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk Lotte Group masuk ke dalam negeri. Hal ini harus menjadi koreksi bagi pemerintah,” ujar Achmad, dikutip pada Sabtu (21/12/2024).
Untuk menarik investor lainnya agar dapat masuk ke pasar dalam negeri, pemerintah harus memberikan paket kebijakan yang menarik, seperti tax holiday yang panjang. Ini dikarenakan industri petrokimia membutuhkan investasi yang besar, bahkan untuk membangun pabriknya saja memerlukan waktu minimal 3 tahun.
“Nah, tax holiday harus diberikan, itu yang paling penting. Investasi tax holiday minimal 20 tahun. Jika tidak, orang tidak akan mau berinvestasi. Di Vietnam dan Malaysia, minimal 20 tahun. Kita kalah karena mereka memberikan minimal 20 tahun. Industri petrokimia membutuhkan investasi besar, sekitar USD20 miliar,” tambahnya.
Investasi dari industri petrokimia dapat membantu Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, sesuai dengan cita-cita Presiden Prabowo Subianto. Namun, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif agar industri dapat semakin berkembang.
“Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%, hanya ada satu cara. 5% sudah diberikan secara cuma-cuma sejak pandemi Covid-19 tidak pernah turun, yaitu kontribusi dari industri primer seperti tambang. Sedangkan 3% lainnya, pemerintah harus menjaga iklim investasi di sektor industri pengolahan. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, 3% tersebut harus berasal dari industrialisasi pengolahan. Untuk itu, pemerintah harus mengurangi kebijakan-kebijakan baru,” jelasnya.
Achmad juga menilai bahwa industri petrokimia di Indonesia sangat bergantung pada kondisi minyak dan gas bumi sebagai bahan baku utama. Untuk menjalankan arah industri yang lebih terukur, peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Pertamina sangatlah penting, terutama dalam mengelola industri di sektor hulu untuk menjalankan Refinery Development Master Plan (RDMP).
“Sejak demokrasi, belum pernah ada BUMN yang ditugaskan oleh pemerintah untuk melakukan penanaman modal di dalam negeri dengan fokus pada sektor hulu, terutama di Pertamina. RDMP tidak berjalan, kilang tidak berjalan, semuanya tidak berjalan. BUMN dapat ditugaskan, seperti yang dilakukan oleh Pertamina, untuk menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam melakukan revolusi industri di sektor hulu,” tutupnya.