JAKARTA – Raksasa kedai kopi terkenal, Starbucks, di Amerika Serikat akan menghadapi mogok kerja yang dilakukan oleh lebih dari 11.000 barista yang mewakili mereka. Alasannya adalah perselisihan mengenai gaji dan kondisi kerja yang mereka terima.
Seperti dilansir oleh BBC, aksi mogok barista Starbucks akan dimulai di Los Angeles, Chicago, dan Seattle. Aksi mogok tersebut akan berlangsung selama lima hari dan akan menjangkau ratusan toko pada Malam Natal, kecuali ada kesepakatan yang dicapai.
Sebelumnya, serikat pekerja telah menyerukan kepada Starbucks untuk menaikkan upah, memperbaiki kepegawaian, serta memberikan jadwal kerja yang lebih baik kepada para pekerja. Namun, hingga saat ini belum ada kesepakatan yang dicapai.
“Kami siap untuk melanjutkan negosiasi guna mencapai kesepakatan. Kami membutuhkan serikat pekerja untuk kembali ke meja perundingan,” ujar juru bicara Starbucks merespons pengumuman pemogokan tersebut.
Perusahaan juga menyoroti bahwa mereka telah menawarkan gaji rata-rata lebih dari USD18 atau setara dengan Rp287.821 (14,40 pounds) per jam, serta “manfaat terbaik di kelasnya”.
“Jika dihitung secara keseluruhan, gaji rata-rata yang diterima adalah USD30 per jam atau setara dengan Rp479.702 bagi barista yang bekerja minimal 20 jam per minggu,” tambahnya.
Sementara itu, Workers United yang mewakili pekerja di lebih dari 500 toko Starbucks di 45 negara bagian Amerika Serikat, menyatakan bahwa ini adalah upaya terakhir mereka. Mereka merasa bahwa Starbucks telah melanggar janji mereka dan membuat para barista tidak memiliki pilihan lain selain melakukan mogok kerja.
Workers United juga menyoroti adanya ketimpangan gaji yang tidak adil antara barista dan para bos senior Starbucks, termasuk CEO Brian Niccol.