Ekonesia.com – JAKARTA – Para pengusaha perusahaan China dilaporkan membeli aset-aset pelaku bisnis tambang Rusia yang bangkrut di area sedang kesulitan ekonomi. Hal itu memicu perasaan khawatir terjadinya pemberontakan. Salah satunya perusahaan tambang OOO Shakhta Inskaya, yang mana terletak pada Wilayah Novosibirsk, akan diakuisisi sepenuhnya oleh perusahaan China, menurut outlet berita Rusia, glavny.tv.
Mereka melaporkan bahwa Tatyana Silenko, manusia perwakilan dari tambang yang dimaksud telah terjadi mengkonfirmasi hal tersebut. “Organisasi China berniat untuk membeli 100% saham di dalam ibu kota tambang, mitra China yang mana identik ini telah terjadi menemukan pembeli untuk batubara yang dimaksud ada dalam longwall.”
Tren pembelian aset-aset bermasalah oleh China sudah mencuat, serta disebut sebagai salah satu dari sekelompok pelaku bisnis Rusia yang dimaksud mempertimbangkan melakukan pemberontakan. Entitas China lainnya juga akan membeli seluruh saham LLC Inskaya Mine pada Kemerovo, yang dimaksud nyaris bangkrut merefleksikan gejolak perekonomian Rusia yang diduga telah dilakukan menyebabkan Presiden Vladimir Kepala Negara Rusia mengambil tindakan drastis.
Berita ini muncul setelahnya adanya laporan pada bulan Oktober bahwa perusahaan-perusahaan China bersedia menyuntikkan dana sebesar 2,4 miliar rubel ke di sebuah kegiatan bisnis di tempat wilayah Kemerovo. “Semua harapan kami ada pada mereka,” ujar Silenko.
Sementara, Layanan Pajak Federal (FTS) sudah pernah mengajukan klaim terhadap tambang yang disebutkan sebesar 230 jt rubel. Namun, sebab situasi keuangan yang sulit, pihak berwenang sudah pernah memberikan penangguhan pembayaran pajak. “China akan memanfaatkan kelemahan Rusia,” klaim Anton Gerashchenko, mantan penasihat Menteri Dalam Negeri Ukraina, untuk X.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan China, termasuk Cnooc, Shandong Yulong Petrochemical Co, kemudian Jiangsu Eastern Shenghong Co, juga telah terjadi mengirimkan permintaan mendesak untuk membeli minyak mentah dalam tengah-tengah kegelisahan akan peluang gangguan pada suplai substansi bakar akibat pengetatan sanksi terhadap Rusia juga Iran, demikian laporan Bloomberg.











