Ekonesia.com – JAKARTA – Indonesia terus melangkah forward pada mengoptimalkan peluang sumber daya alamnya melalui kegiatan pengembangan lebih lanjut sektor tambang. Hingga 2024, kegiatan ini telah lama menghasilkan kembali dampak yang mana signifikan di merancang dunia usaha berbasis nilai tambah, dengan fokus pada komoditas tembaga, bauksit, juga pasir silika.
Hilirisasi bahkan menjadi prasyarat bagi sektor sektor pengolahan untuk menggalang pencapaian Indonesia Emas 2045 jikalau dilaksanakan serta direalisasikan sesuai dengan rencana pembangunan ekonomi yang dimaksud dilakukan. Hilirisasi bidang tambang, khususnya tembaga, bauksit, kemudian pasir silika awalnya diadakan melalui penyelenggaraan smelter tembaga kemudian bauksit, juga pengembangan produk-produk berbahan baku pasir silika.
Hal itu diungkapkan di riset Fakultas Perekonomian juga Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) dengan judul “Kajian Efek Hilirisasi Industri Tambang terhadap Ekonomi, Sosial, kemudian Lingkungan: Tembaga, Bauksit, serta Pasir Silika”.
“Sedangkan yang mana menjadi persyaratan cukupnya agar sektor lapangan usaha pengolahan dapat mengupayakan pencapaian Indonesia Emas 2045 adalah penyelenggaraan komoditas hasil dari pengolahan smelter, untuk dihilirisasi kembali sebagai input di pengembangan komoditas yang mana memiliki nilai tambah yang mana lebih lanjut tinggi lagi di dalam di negeri sampai untuk barang akhir,” kata Wakil Kepala Pusat Kondisi Keuangan serta Bisnis Syariah Fakultas Perekonomian juga Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI) Nur Kholis, melalui keterangan tertulis.
Nur Kholis mengungkapkan bahwa proses pengolahan lebih lanjut telah terjadi memungkinkan Indonesia untuk tiada lagi sekedar mengekspor unsur mentah. Barang bernilai tambah seperti katoda tembaga, alumina, serta item berbasis pasir silika seperti kaca serta keramik, hingga ke depan adalah panel surya dan juga semikonduktor, sekarang mulai dihasilkan di tempat di negeri. Ini adalah menjadi langkah strategis untuk menguatkan struktur bidang nasional serta membuka potensi dunia usaha baru.
“Kita tiada bisa saja terus bergantung pada ekspor material mentah serta juga impor barang antara dari luar negeri. Hilirisasi adalah jalan kita menuju kemandirian ekonomi. Dengan peningkatan penanaman modal pada rangka menghasilkan kembali hasil bernilai tambah di tempat pada negeri, kita menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, juga memverifikasi sumber daya alam kita benar-benar memberikan faedah maksimal untuk bangsa,” ujar Nur Kholis.
Nur Kholis menjelaskan, dampak dari pengembangan lebih lanjut tembaga, bauksit, juga pasir silika ini telah lama mulai dirasakan dalam daerah-daerah, seperti Daerah Gresik (Jawa Timur), Daerah Mempawah (Kalimantan Barat), juga Kota Batang (Jawa Tengah), pada mana penyelenggaraan smelter menjadi motor penggerak dunia usaha lokal.
Selain meningkatkan Sistem Domestik Lokal Bruto (PDRB) serta pendapatan daerah, kebijakan ini juga menciptakan ribuan lapangan kerja, baik secara langsung maupun tak langsung.
“Kami juga menemukan bahwa, selain pendapatan negara, pendapatan wilayah provinsi serta kabupaten/kota yang mana terkait juga meningkat melalui Dana Bagi Hasil (DBH) juga Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai contoh, pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan, lalu pajak penerangan jalan di dalam area pengembangan lebih lanjut menunjukkan tren perkembangan yang dimaksud signifikan. Pendapatan tempat ini dapat dialokasikan untuk pengerjaan infrastruktur rakyat yang tersebut dengan segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujar Nur Kholis yang mana juga Ketua Tim Pelaksana riset.
Meski demikian, proses lanjut juga mendapat tantangan seperti keterbatasan infrastuktur serta teknologi, masih terbatasnya tenaga kerja yang terampil, permintaan bursa yang dimaksud fluktuatif, dan juga dampak negatif terhadap lingkungan.
Nur Kholis mengungkapkan bahwa pemerintah perlu melakukan beberapa langkah strategis pada menghadapi tantangan tersebut. Misalnya pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan juga pengembangan teknologi, penerapan teknologi ramah lingkungan, diversivikasi produk, dan juga penguatan kerjasama internasional.
“Hilirisasi lapangan usaha tambang, khususnya tembaga, bauksit, lalu pasir silika juga perlu terus untuk didorong untuk menerapkan teknologi yang digunakan ramah lingkungan di area seluruh infrastruktur pengolahan mineral tambang. Pengelolaan limbah yang efektif harus menjadi bagian yang digunakan terintegrasi dari pelaksanaan hilirisasi,” tuturnya.