Ekonesia.com – JAKARTA – Menteri Daya lalu Narasumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan perihal polemik distribusi Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) yang dimaksud banyak dibahas selama sepekan terakhir. Bahlil menegaskan harus mengambil kebijakan agar pengecer dijadikan sub pangkalan oleh sebab itu mengamati kerugian yang tersebut besar dari gas melon yang mana telah dilakukan disubsidi negara.
“Perintah Presiden Prabowo ke semua orang dalam kabinet adalah menegaskan uang negara satu sen pun harus pasti sampai ke masyarakat. Penggunaannya harus tepat sasaran sampai ke rakyat. Apalagi LPG ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujar Bahlil di pernyataannya di area media dikutipkan Hari Sabtu (8/2/2025).
Bahlil menjelaskan negara selama ini telah dilakukan mensubsidi tiga keperluan energi untuk rakyat Indonesia, dalam antaranya BBM, listrik, serta LPG. Untuk gas LPG sendiri, di satu tahun negara mensubsidi hingga Rp87 triliun. Saat awal menjabat sebagai menteri, ia mendapat beberapa jumlah laporan dari aparat penegak hukum juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa kegiatan subsidi ini rentan terjadi kerugian jikalau tiada dilaksanakan penataan distribusi dan juga nilai yang lebih lanjut jelas.
Dia menjelaskan, dengen subsidi yang diberikan oleh negara sebesar Rp36.000, tarif gas melon per tabung itu menjadi Rp12.000. Dengan nilai tukar awal tersebut, Pertamina menyebabkan gas melon ke agen dengan nilai Rp12.750.
Selanjutnya, kata Bahlil, dari agen ke pangkalan, harga jual per tabung seharusnya maksimal hanya sekali Rp15.000. Selama ini, pemerintah bisa jadi memantau secara langsung proses distribusi dari agen ke pangkalan oleh sebab itu memang sebenarnya terlacak oleh aplikasi, yang artinya sudah ada tertata dengan baik oleh sistem.
“Nah, dari pangkalan ke pengecer ini yang mana enggak ada sistem, enggak ada aplikasi mobile yang tersebut bisa saja memantau. Yang terjadi, seharusnya rakyat maksimal membeli satu tabung seharga Rp18.000 sampai Rp19.000. Tapi fakta di dalam lapangan, ada yang mana beli sampai Rp25.000 atau Rp30.000,” kata Bahlil.
Menurut beliau ada tiga titik celah di dalam mana oknum mampu melakukan cawe-cawe permainan gas LPG, salah satunya dengan penentuan tarif dari pangkalan ke pengecer yang dimaksud tidak ada terpantau.
“Jika kita asumsikan loss-nya total ada 25-30 persen dari Rp87 triliun, itu mirip dengan Rp25-Rp26 triliun. Bayangkan. Inilah, pada rangka implementasi apa yang mana diarahkan oleh Presiden Prabowo, meyakinkan yang digunakan dikeluarkan pemerintah harus tepat sasaran. Itu niatnya,” tambah Bahlil.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah sedang merancang aturan agar status para pengecer dapat diubah menjadi pangkalan agar penduduk dapat mendapatkan harga jual yang digunakan sesuai ketika membeli segera di area pangkalan. Saat meneken aturan itu, Bahlil menyatakan bahwa pelarangan dijalankan untuk mengurangi permainan nilai tukar di area level pengecer.
Kebijakan yang dimaksud kemudian disempurnakan kembali dengan mengubah status pengecer menjadi sub pangkalan. Bahlil mengumumkan bahwa seluruh pengecer LPG 3 kg di area Indonesia sebanyak 375.000 akan dinaikkan statusnya menjadi sub pangkalan. Langkah ini bertujuan untuk menegaskan distribusi LPG bersubsidi tepat sasaran dan juga biaya tetap saja terjangkau.